Monday, October 06, 2008

Sulitnya Menjadi Seorang Guru


Guru maknanya penuntun, pendidik, dan pengajar. Kebanyakan orang berasumsi bahwa tugas guru hanya menuntun siswa untuk mencapai nilai akademik yang tinggi. Jika Anda memiliki asumsi yang sama, Anda telah kehilangan beberapa poin penting di dalam dunia pendidikan.

Dunia pendidikan yang identik dengan sekolah dan universitas bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak-pihak yang bertugas di dalamnya seperti kepala sekolah, guru, dan konselor tetapi juga membutuhkan peran orang tua, masyarakat, dan lingkungan agama. Itulah dunia pendidikan, dunia yang sangat kompleks karena pembelajaran siswa di kelas bukan hanya belajar tentang aspek kognitif (akademik) tetapi juga spiritual, sosial, etika, ekologi, dan nilai-nilai masyarakat.

Menjadi seorang guru tidak hanya cukup dengan modal sertifikat kelulusan meskipun memang hal tersebut harus menjadi standarisasi mengajar dalam sebuah lembaga tetapi seorang guru harus memiliki hati yang mau mengajar dan integritas yang tinggi. Tanpa hati dan integritas yang tinggi, seorang guru akan terjebak ke dalam beberapa penggolongan guru seperti dibawah ini:

Guru Tradisional
Guru aktif di dalam kelas; memberikan konsep, proses, pengelompokan materi dan sebagai umpan baliknya guru memberikan pertanyaan yang cukup kritis kepada siswa. Siswa sepenuhnya harus mengetahui fakta dan konsep sebagaimana terdapat dalam buku panduan yang telah ditentukan.

Guru Konstruktif
Guru sangat menghargai perbedaan pendapat di kelas. Siswa ditantang untuk berfikir kritis dan menyusun pemahaman yang bermakna secara personal. Guru tidak berpatokan kepada konsep umum. Tidak ada pengetahuan pokok yang benar untuk semua orang.

Guru kritik
Guru jenis ini lebih menekankan pembelajaran kepada aspek ekonomi, politik, sosial, dan menganalisis fenomena sosial. Guru selalu berusaha agar siswanya menjadi duta perubahan sosial yang kritis.

(Untuk jenis guru yang ke 4 di bawah ini, Anda tidak akan terjebak)

Guru versi Penulis
Guru yang memiliki hati sebagai pelayan untuk Allah dan memandang siswa sebagai image Allah yang unik dan sedang dipersiapkan untuk memperluas kerajaan Allah. Di dalam pengajaran, Guru akan menuntun siswa untuk akrab dengan konsep dasar dan berfikir kritis serta jernih tentang realita. Siswa diberikan kesempatan untuk menggali, menguji ide dan penafsiran mereka. Hal yang tidak kalah penting adalah guru menjaga keseimbangan antara pengetahuan, manusia, dan nilai-nilai sehingga siswa juga diikutsertakan untuk menerapkan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupannya.


Dari beberapa tipe di atas, termasuk tipe Guru manakah Anda? Hidup adalah proses pembelejaran yang tidak pernah berakhir. Apapun tipe pengajaran yang Anda kuasai saat ini, tidak ada salahnya kan jika beberapa poin di atas lebih memperkaya skill mengajar Anda??

Sulitkah menjadi Guru? Jawaban saya, Ya karena menjadi seorang Guru membutuhkan dedikasi yang tinggi dan bersedia untuk belajar setiap saat. Jika kita mau belajar, semua itu akan terasa mudah dan kenikmatannya tidak terlukiskan. Jangan lupa di atas segalanya, Tuhan akan memampukan kita untuk menjadi Amazing Teachers
Selamat mencoba!!

Monday, September 01, 2008


Socrates dalam Dunia Pendidikan

Riwayat hidup Socrates

Socrates (470-399 SM) adalah Filsuf dari Athena, Yunani dan menjadi salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting. Socrates merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Bapanya, Sophroniskur adalah seorang pemahat dan Ibunya, Phainarete, adalah seorang bidan. Pada saat usia Socrates sangat muda, Ia masuk tentara Athena sebagai hoplites (prajurit Yunani yang termasuk pasukan yang dapat dibandingkan dengan infanteri (pasukan jalan) dan biasanya orang ini berasal dari golongan kaya).
Namun kehidupan Socrates menjadi miskin karena Ia meninggalkan hoplites untuk mengutamakan keaktifannya sebagai filsuf. Socrates memiliki keberanian yang sangat menonjol semasa hidupnya. Hal ini terlihat ketika Ia menyelamatkan nyawa sahabatnya, Alkiblades di dalam medan pertempuran. Keberanian dan kemauan keras yang dimilikinya mampu merubah cara pandang masyarakat Athena pada zaman itu, terutama anak-anak muda.

A. Metode Pengajaran Socrates

Keaktifan Socrates sebagai Filsuf menunjukkan karakter dan kepandaiannya pada kalangan aristrokat muda Athena. Anak-anak muda terpacu untuk belajar dengannya dan membentuk kelompok belajar. Socarates sendiri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Kebanyakan buah pikiran Socrates berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357 SM) dan siswa-siswa lainnya. Namun metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan tetapi dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, siswanya terlatih untuk memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud secara mendetail.
Metode pengajaran yang dipergunakan Socrates seperti yang dijelaskan di atas maksudnya “bercakap-cakap”. Tujuannya untuk menguji nilai-nilai pikiran yang sudah dilahirkan oleh setiap orang melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya.

B. Pengaruh Metode Pengajaran Socrates dalam Teori dan Praktek Pendidikan

Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah menyatakan tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi “good and smart. Untuk mencapai hal itu, metode pengajaran Socrates memiliki pengaruh yang signifikan dengan pembentukan:
1). Teori konstruktivisme yaitu: proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam pelajar (siswa harus aktif dalam proses belajar mengajar). Model pengajaran konstruktivisme yaitu:
a). Model pengajaran interaktif;
b). Pengajaran model yang berpusatkan pada masalah.
2). Teori belajar kognitivisme yang berupa pemahaman dan perubahan tingkah laku yang dapat diamati.
Kedua teori belajar ini mengembangkan lebih jauh praktek pendidikan dialogis yang dicontohkan oleh Socrates. Pembelajaran merupakan konsep inti bersama dengan pengalaman bersama, dialog, dan renungan. Contoh dalam praktek pendidikan:
1). Siswa belajar memlui interaksi dengan sesamanya;
2). Orang tua, teman, guru dapat menjadi mediator dalam pembelajaran;
3).Guru memberi dorongan dan berpartisipasi dalam kegiatan belajar;
4). Mendukung siswa untuk mengembangkan strategi penguasaan dalam pemikiran.

C. Metode Pengajaran berdasarkan Pandangan Kristen

Metode pengajaran yang berdasarkan pandangan Kristen yaitu Theosentris (berpusat pada Allah) dan kebenaran hukum-hukumnya (Alkitab). Hasil akhir bukan tujuan dari pembelajaran tetapi siswa diarahkan kepada proses pengenalan akan firman Tuhan. Menurut Amsal 1:7, ”Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan”. Pengenalan akan Tuhan akan membentuk karakter siswa untuk mendalami ilmu pengetahuan. Peranan guru sebagai teman sekerja Allah akan dibantu oleh Roh Kudus untuk menuntun siswa-siswa memahami tujuan hidupnya, mengaplikasikan ilmu, dan memuliakan Tuhan melalui kehidupannya. Ilmu pengetahuan tanpa pengenalan akan Allah akan mendatangkan keangkuhan dan kesia-siaan.
Metode pengajaran Socrates sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan. Pengajarannya mengarahkan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar di kelas. Metode ini akan sangat berguna bagi para pendidik untuk menyadari keberadaan siswa yang telah dikuasai oleh dosa sehingga metode yang mereka gunakan didasarkan atas kasih Allah dan mengajar dengan kehendak Allah.

(Sumber: www.wikipedia.org/socrates, www. http://www.idp-europe.org/indonesia/buku-inklusi/kurikulum.php, Van Brummelen)

Sunday, August 24, 2008

Kesulitan Belajar

DISLEKSIA

Gejala dari kesulitan membaca ini adalah kemampuan membaca anak berada di bawah kemampuan yang seharusnya dengan mempertimbangkan tingkat inteligensi, usia dan pendidikannya. Gangguan ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti karena ada masalah dengan penglihatan, tapi mengarah pada bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut. Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia sekolah untuk beberapa waktu.

Ada pun ciri-ciri anak yang mengalami disleksia adalah:
1. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.
2. Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf dalam kata.
3. Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan memadukannya menjadi sebuah kata.
4. Sulit mengeja secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata dengan
bermacam ucapan.
5. Sulit mengeja kata atau suku kata dengan benar. Anak bingung menghadapi huruf yang
mempunyai kemiripan bentuk seperti b – d, u – n, m – n.
6. Membaca satu kata dengan benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya.
7. Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca.
8. Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata. Misal, ‘hal’ menjadi ‘lah’, atau ‘kucing duduk di atas kursi’ menjadi ‘kursi duduk di atas kucing’.
9. Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari, dan, jadi.
10. Bingung menentukan tangan mana yang dipakai untuk menulis.
11. Lupa mencantunkan huruf besar atau mencantumkannya di tempat yang salah.
12. Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca lainnya.
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Tulisannya tidak stabil,
kadang naik, kadang turun.

DISKALKULIA
Diskalkulia dikenal juga dengan istilah "math difficulty" karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memahami proses-proses matematis. Hal ini biasanya ditandai dengan munculnya kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:
1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.
2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.
3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.
4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.
5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.
6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.
7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.
8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.


DISGRAFIA

Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan. Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:
1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.
5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.
7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.


AUTISME

Apakah Autisme itu ?“Cacat pada perkembangan syaraf & psikis manusia, baik sejak janin dan seterusnya; yang menyebabkan kelemahan/perbedaan dalam berinteraksi sosial, kemampuan berkomunikasi, pola minat, dan tingkah laku”.Autisme cukup luas dan mencakup cukup banyak hal. Ciri-ciri autisme ada banyak, dan kebanyakan penderita autisme hanya menderita sebagiannya saja.Penderita autisme cukup banyak yang ternyata malah menjadi sukses dalam hidupnya. Penderita autis banyak yang menjadi pakar pada bidang sains, matematika, komputer, dan lain-lainnya.Orang tua dapat sangat membantu mengarahkan anak autis untuk mengeksploitasi kelebihan-kelebihannya (seperti: kemampuan untuk fokus & konsentrasi yang luar biasa), dan melatih mereka untuk memperbaiki berbagai kelemahan-kelemahannya.

Penyebab pasti autisme belum diketahui sampai saat ini. Kemungkinan besar, ada banyak penyebab autisme, bukan hanya satu.Dahulu sempat diduga bahwa autisme disebabkan karena cacat genetik. Namun cacat genetika tidak mungkin terjadi dalam skala demikian besar dan dalam waktu demikian singkat. Karena itu kemudian para peneliti sepakat bahwa ada banyak kemungkinan penyebab autisme lainnya.

Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan autisme :

1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara berkembang. Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ? ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.
2. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)
3. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah jelas mudah untuk dihindari adalah US hindari jika tidak perlu.
4. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (preschool) dapat memicu reaksi autisme.

Thursday, August 14, 2008

Belajar itu apa ya?

Jika anda terbiasa dengan membuang sampah sembarangan, itu artinya anda belum menjalankan proses pembelajaran di dalam mendisplinkan diri dalam hal tersebut

Jika dalam menghadapi masalah anda terbiasa dengan tidak mengontrol emosi dengan baik, itu berarti anda belum menjalankan proses pembelajaran dalam kelemahan tersebut.

Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut “Classical Conditioning”. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan sebagainya.

Menurut Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur. Dengan kata lain, belajar merupakan suatu proses yang harus dihadapi oleh semua manusia untuk memberikan reaksi positif dalam menjalani kehidupan.


Demikian juga di dalam kelas, guru dan siswa bersama-sama belajar setiap hari. Guru dan siswa tidak hanya belajar pada aspek akademik tetapi juga pada aspek sosial, budaya, tingkah laku, dan spritual. Penulis kurang setuju jika ada orang yang mengatakan bahwa di dalam sebuah kelas, guru tidaklah belajar tetapi hanya siswa saja yang belajar dan dibimbing guru. Pada saat, Guru menyadari bahwa dirinya juga menjadi bagian dari pembelajaran di dalam kelas maka pandangan ini memberikan pengertian bahwa guru juga bisa melakukan kesalahan dan bukan juga maha tahu. Guru yang mau belajar adalah guru yang benar-benar menyadari bahwa selama proses hidupnya, ia membutuhkan Tuhan, spirit untuk menimba ilmu, pantang menyerah, dan mengakui kekurangannya.


Kembali pada pendahuluan, jadi belajar yang dimaksudkan jika seseorang yang menyadari bahwa ia memiliki kelemahan dalam suatu hal maka ia akan belajar untuk mencari strategi apa yang akan membantu dirinya yang lemah untuk bisa bangkit dari kelemahan menuju kehidupan yang penuh dengan semangat dan pengharapan.